Ketika mendatangi majelis taklim tentu kita sering mendengar kata – kata bid’ah terucap dari para ustad yang datang selaku nara sumber. Kata ini biasanya muncul berdampingan dengan kalimat yang memiliki konteks terkait pelaksanaan ibadah. Meski telah cukup sering terdengar di telinga, faktanya masih banyak umat Muslim yang keliru akan pemahaman sebenarnya dari kata bid’ah.
Agar dapat memahaminya dengan jelas, berikut beberapa hadist Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam terkait bid’ah.
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Merujuk pada dua hadist di atas, dapat kita ketahui bahwa bid’ah mengandung arti sebagai status amal atau ibadah seorang Muslim yang dilakukan bukan berdasarkan pada ajaran Rasulullah. Secara sederhana, bid’ah juga bisa menjelaskan tentang keadaan dari suatu amal atau ibadah yang tidak berdasar atau mengada – ngada. Maka, dapat disimpulkan bahwa amal ibadah ini tidak memiliki nilai apapun.
Bahkan, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam juga mengisyaratkan bahwa amalan yang termasuk dalam bid’ah tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka dari itu, hendaknya sebagai umat Muslim kita harus selalu memastikan bahwa setiap amal ibadah yang dilakukan selalu berada pada koridor syariat yang tepat. Selama hal – hal baik dilakukan dengan tetap mencocokan pada sunnah – sunnah Rasulullah, maka amal ibadah tersebut berpeluang diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.