Mengenal Kelompok Orang yang Bebas Proses Hisab

Hari Perhitungan adalah salah satu dari rangkaian proses yang harus dilewati oleh seluruh umat manusia sebelum menuju akhirat. Tak peduli apa keyakinan mereka, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan meminta pertanggung-jawaban atas setiap hal yang dilakukan manusia semasa hidup di dunia. Terkait hal ini, sejatinya umat Islam telah dibekali ilmu agar dapat memperbanyak amalan guna mempermudah mereka melalui proses hisab.

Namun, kemudahan tersebut nyatanya tak melulu didapatkan dari banyaknya amal baik yang dikerjakan. Ketiadaan harta di dunia bagi beberapa kaum atau golongan manusia juga dapat membuat proses perhitungan amal menjadi semakin cepat atau bahkan tidak sama sekali dilakukan. Diriwayatkan dari Said bin Amir radhiyallahu ‘anhu ia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Bahwa kaum muslimin yang miskin itu berjalan berbondong-bondong seperti berbondong-bondongnya burung merpati. Dikatakan kepada mereka, ‘Berhentilah kalian untuk dihisab!’. Mereka menjawab, ‘Demi Allah, kami tidak memiliki sesuatu pun untuk dihisab’.

Kemudian Allah berfirman, ‘Benar sekali apa yang dikatakan oleh hamba-hamba-Ku ini’ Maka mereka pun masuk ke dalam surga 70 tahun lebih dahulu dari pada orang muslim lainnya.” (HR. Thabrani, Ibnu Hibban)

Hadist di atas menjelaskan tentang salah satu keuntungan yang bisa didapatkan oleh manusia yang termasuk dalam golongan kaum dhuafa. Keterbatasan harta menurut Rasulullah sejatinya merupakan salah satu penyebab mengapa seseorang tidak perlu melalui proses hisab di akhirat kelak. Bukan tanpa sebab, pasalnya mereka tidak memiliki satu pun hal untuk dipertanggung-jawabkan berkaitan dengan kepemilikan harta di dunia.

Kaum dhuafa terutama yang tergolong fakir dan miskin dapat melenggang dengan tenang dan bahkan masuk Surga 70 tahun lebih awal dibanding yang lainnya. Hal ini tentu saja berbeda dengan umat manusia lainnya yang semasa hidup di dunia memiliki kesenangan untuk menyimpan serta menumpuk harta. Mereka akan dimintai pertanggung-jawaban atas kepemilikan harta tersebut, apakah dibelanjakan di jalan Allah atau tidak.

Jika harta yang mereka miliki tersebut tidak membawa manfaat dalam kebaikan, maka ganjaran Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menanti mereka. Hal ini bahkan semakin membawa dampak yang buruk bagi nasib mereka di akhirat terutama jika harta yang didapatkan ini bukan berasal dari cara atau jalan yang halal. Azab yang pedih menjadi hal yang patut mereka dapatkan. Bahkan sepedih-pedihnya balasan adalah panasnya api Neraka, naudzubillah min zalik.