‘Syafaat’ adalah kata yang sudah sering kita dengar sebagai umat Islam. Bagaimana tidak? Kata ‘syafaat’ hampir sering menghiasi momen saat kita tengah berada dalam majlis taklim. Alim ulama atau pun para penceramah yang sedang memberikan tausiyah sering sekali memanfaatkan kata ini baik dalam konten ceramahnya mau pun diucapkan dalam saat memimpin doa bersama. Namun, pernahkan kita berpikir sudah sepaham apa diri kita terkait makna dari kata ‘syafaat’ sendiri?
Ya, meski telah sering sekali menjadi kosa kata yang tak asing di telinga kita, bukan tidak mungkin bahwa kita secara pribadi pun masih belum memahami apa sebenarnya syafaat. Syafaat sendiri sejatinya merupakan sebuah perantara bagi seseorang untuk menerima manfaat atau justru menolak mudarat. Tentu saja, syafaat tidak bisa didapatkan tanpa satu pun upaya. Bukan tanpa alasan, pasalnya syafaat sendiri merupakan karunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Karunia tersebut turun berdasarkan doa dari orang yang telah diberi izin untuk memberi syafaat. Terkait hal ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Malaikat memberikan syafaat, para nabi dan kaum mukminin memberi syafaat, tidak ada lagi kecuali Dzat Yang Paling Penyayang….” (HR. Muslim no. 302)
Dari hadist di atas, dapat kita ketahui bahwa pemberi syafaat bukanlah golongan biasa. Malaikat dan nabi menurut Rasulullah adalah pihak yang sudah pasti mampu memberikan syafaatnya pada umat Islam. Namun, ada pula pihak dari golongan umat Islam sendiri yang juga mampu melakukannya. Mereka adalah kaum mukminin yang memiliki keimanan terhadap Allah Ta’ala yang juga diberikan kesempatan untuk memberi syafaat pada para kerabatnya. Salah satunya adalah seseorang yang mati dengan syahid.
Sesuai dengan sabda Rasulullah yang berbunyi sebagai berikut,
“Seorang mati syahid mendapatkan enam keutamaan di sisi Allah: mendapatkan ampunan sejak pertama kali meninggal dan melihat tempatnya di surga, dijaga dari azab kubur, diberi keamanan dari rasa takut yang besar, akan diletakkan di kepalanya mahkota kemuliaan dari yaqut (batu permata) yang nilainya lebih baik daripada dunia dan isinya, akan dinikahkan dengan tujuh puluh dua bidadari, dan
akan diterima (permintaan) syafaatnya bagi tujuh puluh orang kerabatnya.” (HR. Ibnu Majah dan at-Tirmidzi)