Larangan bagi Umat Islam untuk Merasa Ujub Terhadap Ilmu yang Dimiliki

Menuntut ilmu merupakan salah satu wujud amalan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Bukan tanpa alasan, pasalnya melalui ilmu yang bermanfaat kita dapat membedakan hal baik dan buruk. Tentu saja kemampuan ini juga berfungsi untuk membantu kita beribadah dengan lebih baik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Meski pun demikian, sejatinya kepemilikan ilmu seharusnya dapat menjadi salah satu cara yang bisa kita gunakan untuk menarik pahala atau bahkan pintu rezeki bagi diri kita. Sayangnya, tak banyak yang tahu bahwa untuk membuat ilmu menghasilkan keutamaan bagi diri kita dibutuhkan syarat yang sebaiknya ditunaikan.

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata,

Seseorang tidak boleh tertipu (ujub atau sombong -pent) dengan ilmunya. Sebab, apa yang tidak dia ketahui sungguh lebih banyak dari pada yang dia ketahui.” (Syarh ad-Durratil Mudhiyyah, hlm. 277)

Ilmu pengetahuan yang ada di dunia sejatinya tidak akan hadir tanpa kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah menciptakan orang-orang terpilih dari kalangan alim ulama yang berperan penting dalam upaya penyebaran ilmu itu sendiri. Oleh karenanya, umat Islam dilarang berbangga-bangga diri ketika hanya memiliki segelintir ilmu. Bukan tanpa alasan, pasalnya hal-hal yang kita ketahui masih jauh lebih sedikit dibanding dengan hal-hal yang tidak kita ketahui di luar sana. Bahkan, ada pihak-pihak yang sebenarnya jauh lebih berilmu namun tetap rendah hati dan tidak menyombongkan diri atas ilmu yang dimilikinya. Orang-orang seperti ini memiliki kemampuan memanfaatkan ilmu dengan tepat.

Mereka tidak akan pelit ketika diminta berbagi sekaligus akan merasa senang saat ada yang membutuhkan ilmunya tanpa meminta. Orang-orang seperti ini mengetahui dengan pasti cara kerja ilmu agar dapat menghasilkan pahala. Sebaliknya, mereka yang begitu berbangga diri dengan ilmu yang dimiliki sering kali sangat sulit untuk berbagi manfaatnya. Hal ini terjadi lantaran mereka tidak memahami bahwa ilmu sangat luas begitu pula fungsi yang dibawanya. Bahkan, mereka juga tidak tahu bahwa pemilik seluruh ilmu adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan menghadirkan para ulama, Allah menurunkan ilmu kepada seluruh umat manusia untuk dapat dimanfaatkan dengan tepat.

Namun, jika ilmu yang didapat digunakan hanya untuk tipu muslihat atau bahkan membuat orang lain merasa minder karena terlalu membanggakannya maka Allah Subhanahu wa Ta’ala sungguh tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menurunkan azab yang pedih. Salah satunya adalah dengan menghilangkan para alim ulama yang sejatinya merupakan unsur utama dari keberadaan ilmu ini. Pada akhirnya, ilmu di dunia juga turut hilang bersama dengan wafatnya para ulama. Di sinilah umat manusia yang ujub terhadap ilmunya menyadari bahwa ilmu yang dimiliki tidak ada apa-apanya dibanding dengan yang tidak diketahui. Oleh karenanya, rendah hatilah ketika Allah Ta’ala menetapkan diri kita sebagai orang berilmu dengan senantiasa membagikan ilmu tersebut agar dapat menjadi amal jariyah bagi diri kita.