Takdir atau ketetapan Allah kadang kala tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Hal ini akhirnya memunculkan prasangka bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mungkin saja memang menghendaki hal buruk terjadi pada hamba-Nya. Kenyataannya, kitalah yang sejatinya telah memandang buruk Allah. Dalam al – Qur’an, telah secara jelas Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan bahwa hal yang Ia tetapkan adalah yang terbaik bagi diri kita. Sebagaimana Allah berfirman,
“…..Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Aku begitu takjub pada seorang mukmin. Sesungguhnya Allah tidaklah menakdirkan sesuatu untuk seorang mukmin melainkan pasti itulah yang terbaik untuknya.” (HR. Ahmad, 3:117. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini sahih)
Dari ayat al – Qur’ an dan hadist di atas dapat kita ketahui bahwa sejatinya ada fakta di balik setiap hal yang ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal tersebut memang mungkin saja bertentangan dengan keinginan hati kita. Tidak jarang ketetapan Allah juga dapat membuat hati hamba-Nya merasa hancur berkeping – keping. Namun, ingatlah selalu bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui. Boleh jadi, takdir Allah sejatinya merupakan cara Ia untuk melindungi kita dari dampak buruk.
Boleh jadi, ketetapan yang dibuat-Nya adalah jalan agar kita semakin bertakwa pada-Nya. Boleh jadi, setiap hal yang kita alami adalah karena Allah tahu bahwa kita mampu menjalaninya dengan lapang dada. Dari setiap alasan tersebut, Allah hanya ingin yang terbaik bagi kita. Maka, sebagai hamba yang beriman hendaknya kita tak perlu risau dengan takdir yang telah Allah tetapkan. Menerima dengan ikhlas ketetapan Allah adalah bentuk hati yang qanaah. Dan sebaik – baiknya balasan bagi mereka yang menerima takdir Allah adalah pahala yang amat besar.