Waspada Sifat Khas Kafir, Bantuan Tak Seberapa tapi Merasa Paling Berguna

Membantu orang lain bukan sekedar bentuk perbuatan amal saja. Hal ini sejatinya juga salah satu sebab dari munculnya perasaan bahagia dalam hati kita. Bagaimana tidak? Secara alami, aktivitas membantu orang lain mampu menimbulkan perasaan puas terhadap potensi manfaat yang ada dalam diri. Itulah mengapa sering kali ketika beban yang dirasakan orang lain menjadi berkurang akibat bantuan yang kita salurkan, di saat yang sama kita pun turut merasakan kepuasan dan kebahagiaan. Walau pun demikian, perlu dipahami bahwa jangan sampai perasaan tersebut membuat diri ini merasa menjadi pihak yang paling berguna.

Bukan tanpa alasan, pasalnya meski sering kali tidak disengaja namun hal ini kerap menjadi kebiasaan sepele yang dikhawatirkan dapat merusak perbuatan amal kita. Hal ini sebagaimana disebutkan di dalam al-Qur’an bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.” (Al-Baqarah: 264)

Ada banyak alasan mengapa seseorang merasa sangat senang ketika bisa membantu sesama. Selain kemampuan diri yang dapat diandalkan, rasa tersebut juga datang dari ucapan terima kasih orang lain. Hal ini membuat kita merasa bahwa ada peran diri kita dalam membantu terlepasnya kesulitan yang dialami oleh orang tersebut. Baik dalam bentuk infak atau pun sedekah, kita teramat percaya bahwa bantuan yang kita lakukan terhadap orang tersebut sangat berguna sehingga sering kali kita mengingatnya dan tanpa sadar membicarakannya kepada orang tersebut atau pihak lainnya.

Pada kenyataannya, hal yang kita lakukan tidak akan pernah terjadi tanpa adanya izin Allah Ta’ala. Allah yang menentukan takdir kita apakah kita berkesempatan membantu orang tersebut atau tidak. Jika kita memiliki kesempatan ini, hal tersebut menjadi tanda bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tengah memperluas peluang pahala dalam hidup kita. Oleh karenanya, jangan sampai kesalahan sepele yang kita lakukan dengan mengingat-ingat atau menyebut-nyebut sedekah merusak seluruh pahala perbuatan amal yang telah disalurkan terhadap orang lain. Sesungguhnya terjadinya kebiasaan buruk ini sering kali tidak disadari.

Terlebih lagi jika kebiasaan tersebut membuat hati orang lain yang dibantu menjadi tersakiti atau merasa malu, maka Allah dapat mencabut seluruh pahala dan berkah yang telah dihadiahkan kepada kita. Bahkan, tidak ada satu pun kebaikan yang akan kita terima dari perbuatan amal yang dilakukan hanya untuk menghadirkan kesedihan terhadap hidup orang lain. Hal ini sejatinya adalah kebiasaan atau sifat khas dari kaum kafir yang kerap merasa sangat bangga atas perbuatan amal yang sedikit. Maka dari itu, umat Islam harus menghindari setiap tindak tanduk yang mencerminkan sifat-sifat orang kafir senang menyakiti sesama sekaligus kufur terhadap nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.