Rasa lapar dan haus ketika menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan termasuk dalam perkara yang menuntut kemampuan pengendalian diri kita. Meski pun begitu, kedua hal tersebut tidak semata-mata menjadi satu-satunya alasan mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima ibadah puasa kita. Pengendalian diri sejatinya juga wajib diterapkan terkait hati dan pikiran.
Bukan tanpa alasan, pasalnya hati dan pikiran yang tidak dapat dikendalikan dengan baik dikhawatirkan mampu menimbulkan perkataan dan juga perbuatan dusta.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkat bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan (HR. Bukhori)
Rasulullah melalui hadist di atas memperingatkan umatnya untuk dapat membarengi puasa dengan melatih kemampuan mengendalikan diri. Sejatinya, Allah Ta’ala tidak hanya menilai rasa lapar dan haus yang kita tahan. Ibadah puasa yang berkualitas haruslah meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri menjauhi segala hal yang menjadi inti dari dusta.
Dusta, baik yang dilakukan melalui perkataan atau pun perbuatan biasanya akan dengan mudah menjerumuskan seseorang dalam perbuatan maksiat. Sungguh tak berarti apa-apa puasa bagi orang yang tak mampu mengendalikan dirinya ini. Sesuai dengan hadist di atas, Allah Ta’ala tak membutuhkan rasa lapar dan haus yang ditahan hamba-Nya melainkan kemampuan diri dalam mengendalikan hawa nafsu baik terkait amarah mau pun maksiat.