Kaya raya nyatanya tidak menjadikan Thalhah bin Ubaidillah tinggi hati dan anti-sosial. Salah satu sahabat Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam yang lahir pada tahun 28 sebelum hijrah tersebut justru begitu dermawan. Kedudukan statusnya yang lebih tinggi ini tidak membuat ia segan membelanjakan hartanya untuk kepentingan agama. Bahkan, ia juga dikenal begitu setia dan berani saat menjadi salah satu pasukan dalam setiap perang yang melibatkan Nabi. Saat Perang Uhud terjadi, Thalhah berdiri sebagai garda terdepan melindungi Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.
Ia bak perisai yang menahan seluruh serangan kaum musyrikin yang pada saat itu tertuju pada Nabi. Thalhah mengalami luka berat. Melansir ihram.co.id ia menderita lebih dari 70 tikaman pedang, tusukan tombak, dan anak panah. Beberapa jarinya juga ada yang terputus. Keberaniannya dalam menghadang musuh membuat Nabi begitu terpukau hingga mendoakannya sebagai salah satu sahabat yang dijamin masuk Surga. Sebagaimana diriwayatkan dalam suatu hadist bahwasanya Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
“Thalhah dan Zubair, keduanya adalah tetanggaku di Surga.” (HR At-Tirmidzi)
dan dalam riwayat hadist yang lain,
“Siapa yang ingin melihat seorang syahid berjalan di muka Bumi, hendaklah ia melihat Thalhah bin Ubaidillah.” (HR At-Tirmidzi)
Setelah Nabi berhasil diamankan dari serangan kaum musyrikin, datanglah dua sahabat lainnya Abu Bakar Ash-Shidiq dan Abu ‘Ubaidah bin Jarrah. Nabi meminta keduanya untuk segera memastikan keadaan Thalhah. Atas izin Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia masih dapat bertahan hidup sehingga Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memberinya gelar ‘Syahid yang Hidup’. Dalam masa pemulihan, Thalhah dirawat oleh kedua sahabat Nabi tersebut. Sayangnya, Allah lebih menyayangi Thalhah. Ia wafat saat terjadi Perang Jamal, yakni perang antara pendukung Ustman dan Ali yang dilatar-belakangi berakhirnya masa kekhalifahan Ustman bin Affan.