Marah untuk sebagian besar orang adalah cara yang dipilih untuk melampiaskan emosi yang tak lagi dapat ditekan. Meski hal ini sangat wajar terjadi, namun tak banyak yang memahami bahwa ada dampak tersendiri yang muncul dari perasaan ini. Sebagian besar dari dampak tersebut biasanya mengakibatkan hal yang tak kita harapkan terjadi, salah satunya adalah renggangnya hubungan dengan orang lain. Oleh karenanya, Islam mengatur sekaligus menganjurkan umatnya untuk dapat sebisa mungkin menahan amarah. Bukan tanpa sebab, pasalnya kebanyakan dari mereka yang telah melampiaskan kemarahannya akan merasakan penyesalan di kemudian hari. Hal ini sebagaimana A-Allamah lbnu Baaz rahimahullah pernah mengatakan,
“Betapa banyak orang yang marah merasakan penyesalan yang paling dalam ketika dia melampiaskan kemarahannya itu.” (Syarah Riyadhus Shalihin, Bab Sabar hadits no. 48)
Pelampiasan amarah yang dilakukan seseorang timbul bukan tanpa alasan. Ada beragam hal yang dapat menjadi penyebabnya. Namun, biasanya amarah yang meledak-ledak adalah buah dari kesabaran untuk menahan namun keadaan tidak lagi memungkinkan untuk melakukannya. Oleh karena itu, emosi tersebut tidak lagi dapat terkontrol dan mencapai puncaknya tanpa kita sengaja. Meski pun demikian, bukan berarti melampiaskan kemarahan adalah hal yang dimaklumi. Pasalnya, terdapat kemungkinan buruk yang bisa saja timbul akibat hal ini salah satunya adalah penyesalan. Dapat dipastikan bahwa setiap orang akan mengalami fase penyesalan ini. Penyebabnya adalah perasaan tidak mampu mengendalikan diri.
Selain itu, amarah yang dilampiaskan ini juga bisa jadi penyebab dari timbulnya masalah baru. Segala kemungkinan tersebut juga dikhawatirkan dapat memengaruhi hubungan kita dengan orang lain. Maka dari itu, Islam mengajarkan umatnya untuk sebisa mungkin menahan amarah. Tatkala emosi mulai bergejolak, pastikan bahwa kita mengaturnya dengan mulai menarik napas panjang dan membuangnya pelan-pelan seraya mengucapkan istighfar. Jika hal ini tidak berhasil, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar kita merubah posisi ketika marah. Jika marah terjadi dalam keadaan berdiri, maka duduklah segera. Jika belum juga reda, maka sesegera mungkin berbaringlah.
Semua cara tersebut dianjurkan agar umat Islam dapat menghindari keinginan untuk melampiaskan emosi buruk yang tertahan. Selain dapat menjaga keadaan agar tetap baik-baik saja, kemampuan menahan amarah juga menawarkan berbagai keutamaan. Salah satunya adalah akan ditahan siksaan yang dilakukan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap dirinya. Tak hanya itu, bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam orang yang mampu menahan amarah termasuk dalam orang yang kuat. Bahkan, orang-orang yang sekuat tenaga berusaha menahan amarah kelak juga akan mendapatkan pahala yang besar sekaligus terlindung dari panasnya api Neraka Jahannam, nauzubillah min zalik.