Akibat Tidak Memelihara Hubungan Baik dengan Allah, Hidup Sempit dan juga Rumit

Meski sebagian kita mengetahui bahwa sejatinya kehidupan manusia di dunia hanya sementara, namun masih banyak yang belum bisa memanfaatkannya dengan tepat. Dalam Islam, kita semua diajarkan bahwa akhirat adalah tempat kembali yang abadi. Untuk mencapai ke sana dengan kehidupan setelahnya yang bahagia, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita senantiasa beribadah dan menjaga ketakwaan kepada-Nya. Sayangnya, sering kali kehidupan di dunia membuat kita lupa akan kewajiban yang sebenarnya.

Bahkan, ada kalanya pada beberapa kondisi kita menjadi lengah pada Allah sekaligus merasakan kehampaan yang tak kunjung usai. Walau pun demikian, tak banyak yang benar-benar menyadari apa sebab di balik penderitaan ini. Terkait hal tersebut pada dasarnya Allah ‘Azza Wa Jalla telah memperingatkan kita untuk tidak sedikit pun berpaling dari-Nya. Bukan tanpa sebab, pasalnya ada dampak buruk yang nyata yang bisa diterima oleh orang-orang yang mengesampingkan kewajiban terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah berfirman,

Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit.” (QS. Thaha: 124)

Kepada hamba-Nya, Allah ‘Azza Wa Jalla telah memperingatkan untuk tidak pernah mengendurkan ketaatan kepada diri-Nya. Sayangnya, orang-orang sering kali lupa terhadap perintah utama ini. Akibat gemerlap nikmat dunia yang menyilaukan mata, banyak sekali di antara kita yang khilaf dan akhirnya terjerumus pada perbuatan sia-sia. Keadaan ini membuat kita sibuk untuk terus mencari-cari dan menumpuk berbagai bentuk kenikmatan. Namun, tak banyak yang menyadari bahwa sejatinya hal tersebut bukanlah kenikmatan yang sebenarnya.

Bahkan, kondisi ini membuat sebagian besar orang meninggalkan kewajiban yang sebenarnya. Hubungan dengan Allah yang seharusnya dijaga sekuat tenaga justru rusak begitu saja dan menyebabkan kita terjerembap pada kehidupan yang terasa sempit. Lantas, apa tanda yang bisa ditemukan dari hal ini? Yakni ketika kita merasa bahwa hidup yang kita jalani terasa berantakan. Tidak ada perasaan tenang dan nyaman meski sejatinya bergelimang harta benda mahal. Hal ini terjadi karena Allah Ta’ala mencabut kenikmatan yang utama.

Nikmat utama datang dari sikap qanaah yaitu perasaan menerima segala ketetapan Allah. Entah itu situasi menyenangkan atau justru menyedihkan, mereka yang memelihara sikap ini akan selalu berpikiran positif terhadap takdir yang dihadapinya. Mereka tidak mengejar nikmat duniawi karena telah memahami bahwa perasaan tenang, aman, dan nyaman adalah yang utama. Oleh karena itu, orang-orang yang qanaah selal merasa cukup atas nikmat Allah Ta’ala. Bahkan mereka pun senantiasa memelihara ketakwaan sebagai upaya untuk memelihara diri dari kehidupan yang terasa sempit.