Ketaatan seorang hamba pada Allah Subhanahu wa Ta’ala memang sejatinya merupakan tanggung jawab masing-masing pribadi. Hal ini dapat terlihat dari tingkat ketakwaan yang mereka miliki. Meski terbilang sulit dilakukan, bertakwa pada Allah sangatlah penting karena merupakan cerminan diri seorang Muslim. Selalu mawas diri dan waspada terhadap segala sesuatu yang dikerjakan, termasuk juga keyakinan bahwa Allah Subahanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui adalah salah satu perilaku dari seseorang yang bertakwa.
Maka, akibat dari kesabaran inilah mereka berhak menjadi keluarga dari Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini sebagaimana pernah dijelaskan dalam suatu hadist bahwasanya Rasulullah pernah ditanya perihal ‘Siapakah yang dimaksud dengan keluarganya?’
“Siapa saja yang bertakwa,” (HR. Baihaqi)
Hadist di atas menjelaskan tentang keutamaan memelihara ketakwaan. Orang-orang yang bersabar dengan segala peraturan yang Allah tetapkan dalam al-Qur’an memiliki hak menjadi bagian dari keluarga Rasulullah. Hal ini tentu saja dibutuhkan kriteria tersendiri yang bisa membuat seseorang mencapai level takwa tersebut. Ya, ketakwaan yang dimaksud tidak hanya sekedar melaksanakan hal yang diperintahkan Allah Ta’ala dan juga menjauhi larangan-Nya saja.
Ketakwaan haruslah benar-benar imbang, baik secara akhlak dan moralitasnya. Bukan tanpa alasan, pasalnya tidak dapat dikatakan bertakwa mereka yang beribadah semalam suntuk sementara lisan dan perbuatannya masih menyakiti hati orang lain. Begitu juga mereka yang senantiasa berinfak namun dengan niat hanya untuk mendapatkan sanjungan saja. Perkara-perkara tersebut tentu tidak termasuk dalam kebiasaan yang mampu meningkatkan level ketakwaan seseorang.