Di antara banyak kebiasaan dari manusia, ghibah menjadi salah satu hak yang cukup sulit untuk dihindari. Bukan tanpa alasan, pasalnya beragam keadaan yang rata – rata didominasi dengan ketidak-terbukaan menjadi penyebab mengapa orang senang melakukan perbuatan buruk tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan sangat mengecam kebiasaan ghibah yang timbul di antara umatnya. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah bersabda,
‘Tahukah kalian, apakah itu ghibah? Para sahabat menjawab, ‘Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘engkau membicarakan sesuatu yang terdapat dalam diri saudaramu mengenai sesuatu yang tidak dia sukai. Salah seorang sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah SAW, bagaimana pendapatmu jika yang aku bicarakan benar-benar ada pada diri saudaraku? Rasulullah SAW menjawab, jika yang kau bicarakan ada pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah mengghibahinya. Sedangkan jika yang engkau bicarakan tidak terdapat pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah mendustakannya.” (HR Muslim)
Sesuai dengan hadist di atas, ghibah dapat diartikan sebagai sebuah sikap ketidak-sukaan pada diri seseorang yang diungkapkan melalui lisan dengan tujuan menyebarkannya pada orang lain. Meski perbincangan tersebut dapat berisikan banyak hal, namun jika melihat dari tujuan perbuatannya sering kali ghibah dilakukan untuk membicarakan sisi negatif seseorang. Maka dari itu, sebagai umat Muslim hendaknya kita harus mampu menahan diri untuk menghidari kebiasaan ini.
Bukan tanpa sebab, pasalnya kebiasaan ghibah memiliki kemungkinan untuk menimbulkan beragam bahaya. Beberapa di antaranya adalah mendapatkan murka dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak hanya itu, ghibah juga dapat menjadi alasan lahirnya kekerasan hati dalam diri seseorang. Akibatnya, hal ini dapat menimbulkan perselisihan dan perpecahan dalam suatu perkumpulan. Namun dari sekian banyak bahaya, ghibah juga diyakini mampu membuat amal ibadah yang telah dilakukan menjadi sia – sia belaka.