Kehidupan dunia menawarkan berbagai kenikmatan. Ada yang berbahagia dengan kesenangan sederhana, ada pula yang membutuhkan perihal material untuk mendatangkan kenyamanan. Apa pun bentuknya setiap manusia berhak untuk mencari sendiri cara bagi diri mereka agar dapat selalu memeroleh kebahagiaan. Meski pun demikian, sejatinya ada beberapa orang yang hidupnya tak seberuntung kita. Keterbatasan baik dalam hal materi atau pun keadaan pribadi membuat orang-orang tersebut tak mampu mencari sendiri hal yang mereka butuhkan.
Terkait hal tersebut, agama Islam sejatinya menganjurkan kita untuk dapat berbagi kebahagiaan dengan orang-orang tersebut. Bukan tanpa alasan, pasalnya berbagi kebahagiaan dengan orang lain adalah tanda bahwa kita benar-benar orang yang beruntung. Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an, bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“….Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. al-Hasyr: 9)
Ayat di atas menjelaskan tentang keutamaan bagi umat Islam untuk senantiasa berbagi kepada sesama. Allah Subhanahu wa Ta’ala menitipkan harta berlebih kepada beberapa hamba-Nya yang terpilih agar mampu menjadi perantara untuk menyalurkan kasih sayang Allah pada hamba-Nya yang lain. Mereka yang mampu memanfaatkan betul amanah Allah Ta’ala dengan sebaik-baiknya termasuk dalam orang-orang yang beruntung. Bagaimana tidak? Hal ini sejatinya juga menandakan bahwa kita telah terpelihara dari kekikiran.
Seperti yang kita tahu, kikir adalah salah satu penyakit hati yang amat berbahaya. Memelihara kekikiran memungkinkan seseorang menjadi terlalu cinta terhadap dunia. Tidak hanya itu, saat kekikiran melanda hati seseorang, sikap peduli pada sesama pun akan mulai menghilang. Yang lebih membahayakan, memelihara sifat kikir akan membuat seseorang semakin gemar menimbun-nimbun harta. Tentu, ketiga bahaya ini sangat berdampak buruk bagi kehidupan kita. Jangan sampai Allah Ta’ala mencabut nikmat-Nya karena kita masih betah tidak bersedekah.