Cobaan hidup yang datang pada kaum Muslimin sering kali dianggap sebagai bentuk dari teguran Allah Subhanahu wa Ta’ala. Meski mungkin ada benarnya, namun perlu diketahui bahwa tidak semua cobaan bermakna teguran. Ada kalanya Allah memang sengaja menurunkan cobaan tersebut sebagai bentuk atau wujud dari cinta dan kasih-Nya. Sayangnya, beberapa orang justru merasa terpuruk dan beranggapan tidak ada lagi nilai yang tersisa pada dirinya terutama ketika cobaan yang datang berupa kebangkrutan atau kemiskinan.
Pada kenyataannya, ada makna di balik masalah kehidupan yang berdatangan ini. Kemiskinan tidak selalu serta merta merupakan azab melainkan cara bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menurunkan ampunan-Nya. Sebagaimana diketahui dalam suatu hadist bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Cobaan tetap akan menimpa atas diri orang mukmin dan mukminah, anak dan juga hartanya, sehingga dia bersua Allah dan pada dirinya tidak ada lagi satu kesalahan pun.” (HR. At-Tirmidzy no. 2510)
Hadist di atas menjelaskan tentang tujuan Allah terkait didatangkannya cobaan pada hidup masing-masing hamba-Nya. Menurut Rasulullah, cobaan kemiskinan sejatinya bukanlah tanda kebencian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebaliknya, ketiadaan harta adalah cara yang Allah pergunakan untuk membuat hamba-Nya semakin mendekatkan diri pada-Nya. Bukan tanpa alasan, pasalnya mereka yang tengah dilanda kebangkrutan atau kemiskinan sering kali akan kembali menyandarkan diri pada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hal ini tentu saja membantu mereka untuk dapat bersikap lebih lapang dada. Ketiadaan harta hendaknya mampu membuat seseorang menjadi semakin qanaah, yakni memiliki rasa menerima atas hal yang ditetapkan oleh Allah. Tidak hanya itu, rasa ikhlas atas cobaan yang Allah Ta’ala turunkan juga mampu mendatangkan ampunan bagi kita. Ampunan tersebut tentu akan menghabiskan setiap dosa yang tersisa pada diri hamba-Nya sehingga tidak ada lagi satu pun yang dapat diperhitungkan di akhirat kelak.