Berhubungan dengan banyak orang memungkinkan kita untuk secara intens melakukan komunikasi secara lisan. Bukan tanpa alasan, pasalnya akan ada banyak hal yang dapat menjadi bahan perbincangan. Tentu, akan sangat baik jika perbincangan tersebut mampu mendatangkan manfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Namun, apa jadinya jika komunikasi lisan yang dilakukan secara berlebihan justru akhirnya mendatangkan kerugian?
Sebagaimana dalam suatu hadist, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
“Bertaqwalah kepada Allah, jika ada orang yang mencela kekuranganmu, maka jangan kau balas dengan mencela kekurangannya. Maka dosanya ada padanya dan pahalanya ada padamu. Dan janganlah kau mencaci-maki siapa pun” (HR. Ahmad)
Berdasarkan hadist di atas, hendaknya kita sebagai umat Muslim mampu menjaga nikmat lisan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebaik mungkin. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan bersabar atas pendapat orang lain terhadap diri kita. Pendapat mungkin saja bisa menyinggung perasaan. Jika kita menghadapinya dengan berlapang dada, tentu Allah juga akan membalasnya dengan kebaikan dalam hidup kita.
Sebaliknya, hendaknya kita tidak terpengaruh dengan ketajaman lisan dari orang lain. Sesuai dengan anjuran Rasulullah, akan lebih baik jika kita berupaya untuk tidak membalasnya. Bukan tanpa alasan, pasalnya mencela dan memaki orang lain hanya akan mendatangkan dosa saja. Bahkan kerugian kita semakin bertambah karena pahala dari perbuatan baik yang selama ini kita lakukan bisa saja sirna dan hilang tanpa bekas.
Maka dari itu, menjaga lisan hendaknya dapat menjadi salah satu kebiasaan baik yang kita terapkan dalam kehidupan sehari – hari. Hal ini juga merupakan sumber bagi keselamatan diri kita. Melalui perkataan – perkataan baik yang keluar dari mulut kita diharapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mendatangkan keberkahan bagi hidup kita. Hal tersebut juga merupakan cara yang bisa kita lakukan untuk senantiasa mensyukuri nikmat lisan yang Allah beri.