Kondisi yang dialami oleh anak yatim sering kali membuat umat Muslim mempertimbangkan pemberian zakat pada mereka. Namun, hal yang sama-sama kita ketahui adalah kenyataan bahwa anak yatim tidak termasuk dalam delapan asnaf penerima zakat. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam al-Qur’an bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS. at-Taubah: 60)
Ayat di atas menjelaskan tentang perintah Allah pada hamba-Nya terkait pemberian zakat pada delapan golongan yang berhak menerima. Jelas sekali bahwa tidak ada anak yatim yang termasuk dalam asnaf tersebut. Lantas, bagaimana kira-kira hukum dari dana zakat yang akhir-akhir ini cukup berpihak pada anak yatim?
Jika merunut pada zama Rasulullah Shallallahu`alaihi wasallam, anak yatim tidak berhak mendapatkan dana zakat. Melansir islampos.com, seperti dijelaskan dalam kitab Kifayah al-Akhyar oleh Abu Bakar bin Muhammad bin Abdul Mu’min al-Husaini bahwasanya di zaman Rasulullah merupakan suatu larangan untuk menyerahkan zakat pada anak yatim. Pasalnya mereka telah mendapatkan haknya dari harta rampasan perang atau yang disebut juga dengan ghanimah.
Namun, seiring dengan perkembangan peperangan bukan lagi cara yang dipilih untuk menyelesaikan konflik. Hal ini akhirnya membuat jenis harta yang dikategorikan sebagai ghanimah menjadi jarang sekali untuk ditemukan. Berdasarkan alasan inilah akhirnya anak yatim dapat digolongkan ke dalam delapan asnaf penerima zakat. Hal tersebut bahkan semakin utama apa bila anak yatim tersebut tumbuh fii sabilillah, yakni orang yang berjuang di jalan Allah.