Mendidik anak menjadi peribadi yang sabar lagi ikhlas memang bukanlah perkara yang mudah. Bukan tanpa alasan, pasalnya kemampuan berpikir mereka yang masih dalam proses berkembang memungkinkan anak-anak untuk menelaah berbagai sifat manusia. Maka dari itu, dibutuhkan waktu untuk dapat membantu mereka memahami arti sabar dan ikhlas. Meski pun begitu, bukan tidak mungkin ayah dan ibu berpangku tangan begitu saja. Sabar dan ikhlas adalah sifat yang penuh keutamaan.
Maka, membantu mereka memahaminya secara perlahan merupakan langkah yang tepat. Jika memang cukup sulit dilakukan, mari manfaatkan salah satu kisah nabi yang cukup terkenal. Ya, Nabi Ismail Alaihissalam adalah satu dari banyak kisah yang dapat dimanfaatkan orang tua untuk menanamkan sifat sabar dan ikhlas pada diri anak-anak. Bukan tanpa sebab, pasalnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menguji kesabaran beliau bahkan di masa masih belia. Sebagaimana diketahui dalam al-Qur’an bahwasanya Allah berfirman,
“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS. as-Saffat: 102)
Ayat di atas menjelaskan tentang kisah dari Nabi Ismail Alahissalam bersama ayahnya yang merupakan Nabi Ibrahim Alaihissalam. Kedua pasangan orang tua dan anak ini harus merelakan keadaan dan hubungan biologis mereka yang berakhir di dunia atas permintaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ya, hal ini sejatinya tak sekedar perintah mulia saja tapi juga ujian kehidupan bagi keduanya. Di saat Nabi Ibrahim Alahissalam tengah mempersiapkan buah hatinya agar menjadi pria yang soleh dan pekerja keras, Allah meminta dirinya untuk menyembelih Nabi Ismail Alahissalam.
Sungguh, hal tersebut sejatinya merupakan perintah yang begitu menyayat hati seorang Ibrahim. Bagaimana tidak? Beliau harus menerima hal yang Allah Ta’ala tetapkan. Hati ayah mana yang tidak gundah gulana mengingat sang anak kebanggaan yang dititipkan segera diminta kembali oleh yang memilikinya. Namun, melihat kesabaran dan keikhlasan dari Nabi Ismail, maka hati Nabi Ibrahim menjadi tenang. Meski sejatinya menahan kesedihan, Nabi Ibrahim tetap menjalankan perintah Allah dengan segera menyembelih Nabi Ismail.
Kesabaran dan keikhlasan keduanya dihadiahi oleh Allah pahala yang begitu besar. Perkara inilah yang juga harus ditanamkan orang tua pada anak-anak mereka. Kesabaran dan keikhlasan hendaknya harus dipandang sebagai sebuah amalan yang dilakukan untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Melalui cara ini, anak-anak dapat memperlajari dengan mudah bahwa segala sesuatu yang ada di dunia adalah milik Allah. Maka ketika Allah Ta’ala mencabutnya, kita tidak lagi akan merasa sedih. Sebaliknya, kesabaran dan keikhlasan telah menjadi perisai kehidupan.