Tak Sekedar Maksiat, Ini Tanda Vital Seseorang Harus Segera Bertobat

Tobat sering kali dikaitkan dengan perbuatan dosa dan maksiat. Bukan tanpa alasan, hal ini lantaran tobat sejatinya berfungsi sebagai upaya memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala perbuatan keji yang telah dilakukan. Dengan bertobat kita berharap agar Allah mengampuni dan memaafkan segala kesalahan dan dosa dengan syarat tidak mengulanginya lagi di kemudian hari. Meski pun demikian, pada dasarnya makna tobat lebih dalam dari sekedar upaya memohon ampun semata. Sebaliknya, umat Islam dianjurkan untuk dapat memperbanyak istigfar ketika dirinya menemukan tanda-tanda membutuhkan tobat.

Ibnu Taimiyyah l das, berkata,

Jika engkau merasa bahwasanya dadamu tidak lapang, tidak mendapatkan kelezatan iman dan cahaya hidayah maka hendaknya engkau memperbanyak bertobat dan beristigfar.” (Majmu AI-Fatawa li/396)

Berdasarkan pada perkataan Ibnu Taimiyyah l das, tobat sejatinya tidak selalu berkaitan dengan perbuatan dosa dan maksiat. Hal ini lantaran setiap di antara kita sejatinya membutuhkan tobat. Hanya saja, kita tidak mampu mengenali ciri-ciri yang khas dari kebutuhan kita untuk segera bertobat. Setidaknya, Ibnu Taimiyyah l das menyebutkan tiga tanda yang jika ditemukan dalam diri kita menjadi sinyal utama dibutuhkannya segera upaya memohon ampun pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang pertama adalah dada yang terasa tidak lapang. Meski harta berlimpah atau urusan senantiasa dipermudah, ada kalanya seseorang justru merasa tidak lapang.

Jika hal ini terjadi maka bersegeralah untuk mawas diri dan senantiasa beristigfar. Hal ini terjadi lantaran Allah Subhanahu wa Ta’ala mencabut rasa nyaman dalam hati kita. Alasannya beraneka ragam namun yang paling umum terjadi adalah kurangnya rasa syukur terhadap nikmat Allah. Tanda yang ke dua adalah tidak mendapat kelezatan iman. Beribadah sepanjang hari bahkan sampai melupakan kewajiban duniawi sering kali bukanlah perkara yang tepat untuk dilakukan. Bagaimana tidak? Ibadah adalah sebuah kewajiban yang tentunya harus dilakukan secara sukarela. Namun, jika hal ini dikerjakan secara terpaksa, tergesa-gesa, atau dengan niat selain pada Allah Ta’ala maka kita perlu waspada.

Bukan tanpa sebab, pasalnya ibadah tersebut hanya akan sia-sia belaka. Pada akhirnya, kita tidak mendapatkan apa-apa kecuali jauh dari kelezatan iman dalam dada. Maka dari itu, melakukan ibadah harus terkoneksi dengan Allah. Salah satu caranya adalah dilakukan secara rutin meski tidak dalam jumlah yang banyak. Tanda terakhir dan tak kalah penting adalah hilangnya kemampuan menerima masukan. Saran, kritikan, apa pun sejenisnya sejatinya merupakan cahaya hidayah yang Allah datangkan melalui perantara manusia. Jika kita kesulitan menerimanya maka hal ini menjadi tanda bahwa kita harus segera bertobat dan beristigfar.

Bukan tanpa sebab, pasalnya hidayah tidak akan masuk pada orang-orang yang sekelilingnya masih senang bermaksiat. Maka dari itu, ketika hidayah sulit masuk menjadi tanda bahwa kita telah banyak bermaksiat terhadap Allah. Jika hal ini terjadi maka upayakan segera untuk sesegera mungkin bertobat. Sertakan pula kalimat-kalimat istigfar agar hati kita senantiasa merendah diri pada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk dapat menghilangkan kegundahan dalam hati sehingga mampu kembali menerima saran yang merupakan jalan hidayah bagi diri kita. Semoga dengan mengetahui tanda-tanda ini kita akan semakin gencar untuk senantiasa meluangkan waktu untuk beristigfar pada Allah Ta’ala.