Ali bin Abi Thalib merupakan khalifah ke-empat pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Ia menggantikan kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan. Ali lahir dari kalangan keluarga Rasulullah, yakni anak laki – laki dari paman beliau Abi Thalib bin Abdul Munthalib. Ia termasuk dalam Assabiqunal Awwalun, yakni golongan orang – orang yang pertama kali masuk Islam sekaligus menjadi sahabat baik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ali bin Abi Thalib terkenal sebagai sosok pemberani.
Saat Perang Khaibar terjadi, ia dipilih Rasulullah sebagai pembawa bendera komando perang. Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’adi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Majulah dengan tenang, sampai engkau tiba di tempat mereka. Kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan sampaikanlah hak-hak Allah yang wajib mereka tunaikan. Demi Allah, sekiranya Allah memberi petunjuk kepada seseorang melalui dirimu, sungguh lebih berharga bagimu daripada memiliki onta-onta merah.” (HR. Muslim no. 4205)
Tidak hanya itu, di kesempatan lain yakni Perang Khandaq Ali juga diketahui mampu berduel dengan Amr ibnu Abdu Wadd Al-Amiri, seorang pendekar penunggang kuda yang terkenal sejak zaman Jahiliah. Tak butuh waktu lama bagi dirinya untuk mengalahkan lawannya tersebut. Hal ini menjadi tanda datangnya pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus kepercayaan umat Muslim atas mumpuninya kepribadian dan sosok Ali. Sesaat setelah khalifah Utsman bin Affan wafat, banyak pemberontakkan terjadi.
Umat Muslim akhirnya mendesak Ali bin Abi Thalib agar dibaiat sebagai khalifah. Ia resmi menggantikan kepemimpinan Utsman bin Affan pada 25 Zulhijah 35 H di Masjid Madinah. Di masa pemerintahannya, Ali berhasil menerapkan kebijakan atas penyempurnaan bahasa Arab. Hal tersebut dilakukannya agar umat Muslim di luar Arab dapat mempelajari al – Qur’an dan hadist dengan mudah. Ia akhirnya memerintahkan Abul Aswad Ad Duali untuk memberi tanda baca dan menulis kitab-kitab Nahwu (tata bahasa).
Ali bin Abi Thalib juga berhasil membangun Kota Kufah di Irak sebagai pusat pemerintahan dan pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Keberaniannya ini tak serta merta datang tanpa doa dan dukungan dari istrinya, yakni Fatimah putri kesayangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ali bin Abi Thalib tak hanya dikenal pemberani tapi juga mampu menjaga wajah dan pandangannya dari hal – hal tak bermanfaat.
Kekuatan hatinya tersebut membuat ia diberi gelar Karramallahu Wajhah karena tidak pernah bersujud kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan juga tak pernah memanfaatkan penglihatan pada hal yang haram. Sayangnya, kekhalifahan Ali harus berakhir karena ia diserang oleh Abdurrahman bin Muljam saat sedang salat subuh di Masjid Agung Kufah pada 19 Ramadhan 40 H atau 27 Januari 661. Ali bin Abi Thalib wafat pada 29 Januari 661 atau 21 Ramadhan 40 H.