I’tikaf merupakan salah satu ibadah sunnah yang sejatinya dapat dilakukan kapan pun. Pelaksanaannya meliputi berdiam diri di masjid untuk beribadah yang diiringi oleh syarat – syarat tertentu diniatkan semata – mata karena Allah SWT. Meski ibadah ini tak ada batasan waktu, namun pelaksanaannya akan terasa lebih afdhal jika dilakukan pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Rasulullah Muhammad SAW pun menganjurkan umatnya untuk melakukan hal yang sama. Sebagaimana sabda beliau yang tertera dalam beberapa hadist di bawah ini:
“Abdullah bin Umar berkata bahwa Rasulullah SAW i’tikaf sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR Bukhari)
“Aisyah berkata bahwa Rasulullah SAW melakukan i’tikaf sesudah tanggal dua puluh Ramadhan hingga beliau meninggal dunia.” (HR Bukhari dan Muslim)
“Ubay bin Ka’ab dan Aisyah mengatakan bahwa Rasulullah beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, hinggal Allah menjemputnya (wafat).” (HR Bukhari dan Muslim)
Pelaksanaan I’tikaf oleh seseorang haruslah mengikuti beberapa syarat, diantaranya adalah Muslim, berakal, suci dari hadas besar dan kecil, dan tentu saja harus dilakukan di masjid. Tidak hanya itu, I’tikaf juga harus dilakukan sesuai dengan rukun – rukun yang berlaku. Hal pertama yang harus dilakukan adalah melafalkan niat, yang berbunyi sebagai berikut:
“Nawaitul I’tikaf Lillahi Ta’ala”
Kemudian niat ini diikuti pula dengan kewajiban berdiam diri di dalam masjid. Lakukan segala macam ibadah mulai dari sholat tahajud, berdzikir, membaca Al – Qur’an, hingga berdoa kepada Allah SWT. Sementara rukun yang terakhir yang harus kita lakukan adalah meninggalkan segala perbuatan yang membatalkan I’tikaf. Ini berarti tak ada hal yang dilakukan kecuali beribadah pada Allah semata.