Diperbolehkannya Menunda Salat Akibat Keadaan Darurat

Urusan duniawi kadang kala menyibukkan diri kita hingga membuat kewajiban menunaikan salat fardu tertunda. Bahkan, dalam beberapa kondisi yang tak dapat dihindari pengerjaan salat bisa tertinggal hingga waktu utamanya lewat begitu saja. Jika hal ini terjadi, tentu saja pahala dari pengerjaan amal yang paling utama pun tidak bisa kita dapatkan. Meski pun demikian, sudah sepatutnya bagi kita untuk mengerjakan salat bukan sekedar demi memeroleh pahala saja. Sebaliknya, salat dikerjakan dengan tujuan untuk mematuhi perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus bukti ketaatan pada-Nya.

Hal ini mengisyaratkan bahwa apa pun alasannya, sebaiknya kita tidak meninggalkan salat. Lantas, apa yang bisa kita dilakukan jika keadaan membuat pengerjaan salat harus tertunda? Hal ini sebagaimana diketahui dari Jabir bin `Abdullah bahwasanya ‘Umar bin Khaththab pada hari perang Khandaq ia mencaci orang-orang kafir Quraisy. “Umar berkata, “Ya Rasulullah, demi Allah saya hampir tidak dapat mengerjakan salat ‘Ashar hingga matahari hampir terbenam. Mendengar hal tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,

Demi Allah, sesungguhnya aku pun belum salat ‘Ashar”. Kemudian kami turun di Buthhaan, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudu, dan kami pun berwudu. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam salat `Ashar setelah matahari terbenam. Kemudian sesudah itu beliau salat Maghrib“. [HR. Muslim juz 1, hal. 438, no. 209]

Hadist di atas menjelaskan tentang salah satu pengalaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pernah tidak sempat menunaikan salat. Kala itu, akibat keadaan yang darurat yakni Perang Khandaq, baik Rasulullah dan para sahabat sangat sibuk sehingga tidak sempat menunaikan salat ‘Ashar. Bahkan mereka pun baru menyadari bahwa kesibukan pada keadaan darurat tersebut membuat mereka lupa menunaikan kewajiban tersebut. Namun, apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Mengingat bahwa salat adalah kewajiban, maka beliau tetap mengerjakan salat meski sejatinya waktu utama telah pergi.

Saat itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunaikan salat ‘Ashar setelah matahari terbenam. Setelah selesai dengan salat ‘Ashar, beliau pun melanjutkannya dengan salat Magrib. Dari cara yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut dapat kita ketahui bahwa diperbolehkan menunaikan salat yang tertunda atau tertinggal waktu utamanya. Meski pun demikian, perlu diperhatikan bahwa hal ini hanya bisa dilakukan dalam keadaan darurat saja yang situasi dan kondisinya tidak dapat kita kendalikan. Sesuai dengan hadist di atas keadaan darurat yang dialami oleh Rasulullah pada saat itu adalah perang.

Sementara, contoh keadaan darurat lainnya yang memaklumi pengerjaan salat ditunda adalah bencana alam, perjalanan jauh, hingga sakit yang parah dan keadaan lainnya yang benar-benar membuat kita tidak dapat menunaikan salat tepat waktu. Namun, perlu diketahui bahwa ketika waktu salat tersebut tiba namun kita belum dapat menunaikannya sangat disarankan untuk membangun niat dalam hati agar dapat sesegera mungkin mengerjakan salat. Hal tersebut menandakan bahwa meski sejatinya keadaan tengah darurat kita masih berusaha untuk mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam bentuk niat.