Mengulur waktu adalah salah satu kebiasaan yang sering menjadi bagian dari kebanyakan hidup umat manusia. Bagaimana tidak? Anggapan bahwa waktu sangat panjang menjadi sebab dari minimnya keinginan untuk memperkaya manfaat diri. Pada akhirnya banyak di antara umat manusia yang bahkan lebih senang rebahan dibanding dengan melakukan suatu pekerjaan. Bahkan, untuk mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hidup saja terkini orang-orang yang memang pada dasarnya pemalas lebih senang menggunakan cara instan. Ada yang membuat cerita setting-an untuk menarik perhatian, ada pula yang sekedar memanfaatkan keadaan untuk mengejar keuntungan. Seluruh hal ini membuat hidup sebagian besar orang menjadi minim manfaat bahkan hingga usianya beranjak paruh baya.
Sayangnya, banyak yang tak menyadari bahwa sikap ini adalah kebiasaan yang harus dirubah. Bahkan, dalam Islam ada waktu atau batasan kapan sebaiknya orang berhenti untuk bermalas-malasan dan mulai bekerja keras baik dalam perkara dunia atau pun akhirat. Hal ini sebagaimana Muhammad bin Ali bin Husain rahimahullah pernah berkata,
“Bila seorang telah mencapai usia empat puluh tahun akan ada panggilan dari langit memanggilnya seraya berkata: Waktu keberangkatan telah dekat persiapkanlah bekalmu.” (Raudhatu al -Ugalaa, hlm. 28)
Sebagian besar manusia mungkin ditakdirkan bisa mencapai usia empat puluh tahun semasa hidupnya di dunia. Tentu saja, hal ini merupakan bagian dari takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sayangnya, tak banyak orang yang mampu untuk menyadari apa yang sebaiknya dilakukan ketika telah beranjak usia empat puluh tahun. Akibat kebiasaan dan pola hidup yang dijalani sehari-hari, mudah sekali kita temukan orang-orang yang masih tidak memiliki tujuan hidup pasti meski usianya telah masuk paruh baya. Bahkan, ada pula yang masih gemar bermain-main, membuang-buang kesempatan emas dengan melakukan perkara tak bermanfaat seperti bermain game online, berkumpul-kumpul tanpa ada ilmu yang dibagikan, dan beragam kegiatan tak berguna lainnya.
Pada hal, usia empat puluh tahun seperti yang dikatakan oleh Muhammad bin Ali bin Husain rahimahullah sejatinya adalah tanda atau sinyal bahwa waktu keberangkatan telah dekat. Maksud dari waktu keberangkatan yang telah dekat di sini adalah ajal. Tentu, hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengatur takdir dan menetapkan kapan ajal kita datang. Namun, sebagai hamba Allah sangat penting bagi kita untuk bisa memanfaatkan kesempatan yang didapatkan untuk agar bisa lebih serius dalam mempersiapkan bekal menuju akhirat. Ya, banyak yang mengatakan pula bahwa usia empat puluh tahun adalah tanda pubertas ke dua. Bagi manusia biasa, hal ini kerap dipahami dengan periode ke dua dari masa dewasa. Namun, dalam Islam kita memahaminya sebagai tanda dari kematangan jiwa.
Jiwa yang matang biasanya akan fokus pada hal-hal yang bermanfaat saja. Dalam perkara duniawi, orang yang telah matang akan senantiasa memanfaatkan waktu untuk mengejar karir, peluang sukses, hingga kenyamanan hubungan dengan kerabat dan keluarga. Sementara, dalam perkara akhirat orang-orang dengan kematangan jiwa akan mulai mempersiapkan bekalnya untuk bisa berhadapan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala agar mampu membawa tanggung jawab yang baik terhadap segala hal yang pernah dilakukannya di dunia. Hal ini biasanya berkaitan dengan waktu, kesehatan, uang, dan peluang yang dimilikinya selama hidup di dunia agar senantiasa bermanfaat dan memeroleh pahala. Begitulah sejatinya makna dari usia yang mampu mencapai angka empat puluh tahun.