Salah satu hal yang membuat kita dapat hidup terjamin di muka bumi ini adalah karena rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada seorang pun di antara manusia yang mampu bertahan hidup tanpa adanya rezeki dari Allah. Baik yang tua atau pun muda, bekerja atau tidak, bahkan beriman atau tidak, semua golongan tersebut telah ditetapkan sedemikian rupa besaran rezeki yang mereka terima. Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengatur dan menetapkan masing-masing rezeki tersebut pada setiap makhluk ciptaan-Nya. Namun, khusus bagi manusia Allah mengaturnya dengan tujuan tertentu.
Maka dari itu, tidak semua manusia mendapatkan apa yang diinginkannya. Beberapa golongan bahkan merasa kurang dengan apa yang diterimanya. Rezeki yang terbatas mungkin membuat kita cukup sulit mengatur kehidupan agar dapat senantiasa bertahan. Sayangnya, tanpa berpikir panjang kita telah sangat jauh berprasangka buruk terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pada kenyataannya, ada maksud di balik tujuan Allah menurunkan rezeki sesuai dengan takaran yang Dia kehendaki meski tidak seperti yang diharapkan hamba-Nya. Hal ini sebagaimana tertulis di dalam al-Qur’an bahwasanya Allah berfirman,
“Andai Allah bentangkan rezeki untuk para hamba-Nya seluas-luasnya, niscaya mereka akan bertindak melampaui batas. Akan tetapi, Allah turunkan rezeki itu dengan takaran sesuai yang Dia kehendaki.” (QS. as-Syura: 27)
Ayat di atas menjelaskan tentang maksud dan tujuan mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menurunkan rezeki berlimpah pada umat manusia meski pun Dia mampu melakukannya. Hal tersebut terjadi lantaran Allah Maha Mengetahui tabiat asli manusia yang serakah. Bukan tanpa alasan, pasalnya jika Allah memberikan rezeki untuk hamba-Nya dengan seluas-luasnya maka dikhawatirkan bahwa mereka akan tergelincir pada kenikmatan duniawi sehingga membuat diri mereka sangat mudah khilaf dan terjerumus dalam tindakan yang melampaui batas, seperti angkuh dan takabur.
Kecukupan rezeki sering kali justru membuat seseorang menjadi kufur nikmat. Nikmat duniawi yang melimpah ruah ini sejatinya merupakan sebab utama dari timbulnya tindakan penyalahgunaan terhadap pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kekayaan dan kekuasaan yang dimiliki bukannya menjadi sarana untuk semakin mendekatkan diri pada Allah namun justru memperkaya kesenangan bagi dirinya sendiri. Bahkan, ada pula yang mengklaim bahwa kekayaan tersebut semata-mata ada karena hasil jerih payahnya pribadi. Pada kenyataannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala Sang Maha Pemberi Rezeki pada setiap makhluk ciptaan-Nya.
Maka dari itu, ketika rezeki yang kita terima tidak berlimpah ruah jangan dulu sedih terhadapnya. Bahkan, kita juga dilarang untuk berprasangka buruk terhadap takdir Allah. Keadaan terbatas yang kita alami saat ini sejatinya adalah tanda bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tengah melindungi diri kita dari sikap-sikap kufur terhadap nikmat yang biasanya menjadi pemicu dari datangnya azab Allah. Hal yang sebaiknya harus selalu kita lakukan adalah senantiasa bertakwa terhadap Allah Ta’ala dan meyakini bahwa keputusan-Nya adalah hal terbaik untuk diri kita. Semoga kita senantiasa terjaga dari prasangka buruk terhadap Allah Ta’ala.