Manusia diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk senantiasa beribadah kepada-Nya. Hal ini tak semata-mata merupakan tugas dari kita saja tapi juga merupakan tujuan sebenarnya mengapa Allah menciptakan manusia. Ibadah yang kita lakukan ini juga sejatinya merupakan tanda ketaatan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ibadah pun juga bukan satu-satunya tanda ketakwaan manusia. Bersyukur terhadap segala nikmat yang diberikan Allah pada kita juga menjadi tanda adanya ketakwaan dalam diri kita pribadi.
Hendaknya kita harus dapat senantiasa mensyukuri segala hal yang kita terima di muka bumi ini. Baik kesenangan atau pun kesedihan, keduanya perlu dimengerti sebagai bentuk kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita. Jangan sampai, kita lupa terhadap kemudahan dan nikmat yang kita terima sehingga menjadikan diri kita bagian dari tanda kemusyrikan kepada Allah. Hal ini sebagaimana diketahui dalam al-Qur’an bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang berbunyi sebagai berikut ini,
“Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: “Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku”. Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui”. [QS. Az Zumar: 49]
Ayat di atas berisikan tentang penjelasan Allah tentang sifat atau ciri khas dari orang-orang musyrik. Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan kita untuk tidak menjadi bagian dari golongan orang tersebut. Mereka yang musyrik adalah yang apa bila diberikan kesulitan maka mereka akan dengan rendah diri dan hati memohon pertolongan kepada Allah. Mereka akan rela menghabiskan waktu untuk bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sayangnya, sikap tersebut akan berubah ketika keadaan pun telah berubah menjadi lebih baik.
Orang-orang yang musyrik sering kali tidak mengakui nikmat yang didapatkannya adalah sebab dari pertolongan dan kasih sayang Allah. Tatkala keadaan hidupnya telah mulai membaik, mulai dari segi kesehatan dan keuangan maka mereka menganggap bahwa hal tersebut didapatkannya hanya karena keahliannya semata. Sering kali, mereka lupa bahwa mereka pernah menangis-nangis memohon pertolongan Allah. Saat kebahagiaan dan kesenangan datang, mereka berperilaku amat sombong seolah tidak pernah merasakan penderitaan sebelumnya.
Pada kenyataannya, seluruh kemudahan dan kesenangan tersebut adalah ujian semata. Baik keadaan buruk mau pun mudah, sejatinya bentuk ujian Allah terhadap hamba-Nya untuk mengetahui mana dari hamba-Nya yang benar-benar mensyukuri nikmat dan mana yang kufur. Bagi orang-orang yang dapat dengan mudah mengakui nikmat Allah maka Allah Subhanahu wa Ta’ala pun akan dengan senang hati menambah kenikmatan tersebut. Sebaliknya, orang-orang yang kufur terhadap nikmatnya Allah maka bersiaplah untuk menerima azab yang teramat pedih di akhirat.