Salah satu hal yang patut kita syukuri di dunia ini adalah kesempatan yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menebarkan kebaikan. Ya, dunia sejatinya memang tempat singgah. Alam akhirat menjadi tempat terakhir bagi seluruh umat manusia dan akan hidup kekal selamanya di sana. Namun, untuk mendapatkan kehidupan akhirat yang nyaman dibutuhkan upaya. Upaya-upaya tersebut harus dilakukan sebaik mungkin selama kita hidup di dunia. Maka dari itu, sangat penting bagi kita untuk meluruskan niat atas segala hal yang kita perbuat.
Bukan tanpa sebab, pasalnya perbuatan yang melenceng dari niat sering kali merusak upaya yang selama ini telah kita lakukan. Dari Alqamah bin Waqash dari Umar, yang berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barang siapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan.” (HR. Bukhari)
Hadist di atas menjelaskan tentang keutamaan untuk meluruskan niat sebelum melakukan suatu perbuatan. Kepada para sahabat dan umatnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan bahwa umat Islam hendaknya harus memperhatikan alasan utama dari suatu perkara yang dilakukan. Dunia merupakan ladang amal. Dunia juga dapat menjadi ujian. Maka dari itu, agar bisa memeroleh kebaikan di akhirat kita dianjurkan untuk dapat memanfaatkan sebaik mungkin kesempatan hidup di dunia dengan memperkaya amalan-amalan saleh.
Meski pun demikian, hendaknya kita harus selalu ingat bahwa kebaikan akhirat bergantung dari niat awal berbuat amal. Hendaknya setiap alasan bagi kita untuk berbuat baik harus diluruskan hanya untuk mengharap rida Allah Ta’ala semata. Perbuatan amal yang dilakukan hanya untuk membuat orang lain takjub maka tak akan membuahkan pahala yang mampu memperberat timbangan kebaikan kita di akhirat. Hal tersebut sejatinya termasuk dalam wujud salah satu penyakit jati, yakni riya’. Maka siapa saja yang melakukan kebaikan atas dasar riya’ termasuk hijrah tidak akan memeroleh manfaat bagi kehidupan akhiratnya kelak.