Kebahagiaan kerap menjadi salah satu tujuan hidup seseorang. Bukan tanpa alasan, pasalnya hal tersebut juga menjadi poin yang menentukan perkembangan kualitas diri kita. Semakin bahagia, semakin mudah pula kita memaklumi keadaan orang lain. Tujuannya adalah agar tidak mudah menuntut hak melainkan fokus dahulu dalam menunaikan kewajiban. Meski pun demikian, sering kali makna dan pengertian bahagia keluar dari jalur yang semestinya. Walau kita memahami bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk memaknai kebahagiaan, namun kebanyakan di antaranya menjadi sulit mensyukuri nikmat Allah Ta’ala.
Pada kenyataannya, hanya ada beberapa hal sederhana yang bernilai esensial namun cukup untuk menggambarkan makna kebahagiaan yang sesungguhnya. Sebagaimana Syaikh as sa’di Rahimahullah pernah berkata,
“Manusia yang paling bahagia yaitu orang yang mempunyai rezeki yang mencukupi kehidupannya, rumah yang melindunginya, istri yang rida kepadanya serta selamat dari hutang yang membebaninya dan mengganggunya.”
Hidup berdampingan dengan orang lain sering kali memengaruhi cara kita memaknai kebahagiaan. Akibat terlalu sering memperhatikan yang bukan milik kita pada akhirnya membuat kita tidak fokus pada kehidupan diri sendiri. Bahkan, hal ini juga dapat membuat kita tidak mampu memaknai kebahagiaan yang sebenarnya dan justru berusaha menyamainya dengan makna kebahagiaan yang terlihat dalam diri orang lain. Pada kenyataannya, kebahagiaan yang tepat sejatinya didapat dari hal-hal sederhana yang wajib kita syukuri dengan sebaik mungkin salah satunya adalah kecukupan rezeki.
Rezeki adalah hal yang telah diatur oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun, usaha kita juga menjadi penentu yang paling utama. Apa bila kita mensyukuri nikmat yang diberikan setelah berbagai perjuangan, diharapkan hal tersebut mampu menjadi alasan bagi Allah untuk bisa menambah nikmat yang ada. Sebaliknya, jika kita merasa tidak rida terhadap pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala biasanya sekeras apa pun pencarian kita akan selalu terasa tidak cukup dan bahkan kurang. Hal ini dapat mengurangi ras syukur kita termasuk juga alasan bagi kita untuk merasa bahagia.
Tak hanya itu, salah satu hal yang sebaiknya juga dapat menjadi fokus kita untuk merasa bahagia adalah rumah sebagai tempat berlindung dan bertumbuh bersama keluarga. Tak peduli besar kecilnya, di mana lokasinya, selama rumah tersebut dapat memberikan rasa aman dan nyaman pada diri kita maka sepatutnya kita wajib merasa bahagia. Bukan tanpa sebab, di luar sana banyak orang yang masih sulit memiliki hunian meski sejatinya pendapatannya besar. Hal ini dapat terjadi karena pengalokasian dana yang tidak tepat atau bersumber dari cara yang haram sehingga tidak mampu mencukupi apa yang dibutuhkan.
Selain itu, banyak pula yang kurang menyadari sumber kebahagiaan hakiki lainnya terutama pasangan hidup yang rida terhadap kita. Rida yang dimaksud dapat beraneka ragam mulai dari kemampuan untuk menerima kekurangan sifat, kekurangan secara finansial, dan lainnya. Tentu ada alasan mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala menjodohkan kita dengan pasangan kita saat ini yakni lantaran kita paling cocok dengannya. Kecocokan tersebut berawal dari keinginan untuk menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing terutama seorang istri kepada suaminya.
Terakhir dan tak kalah penting, salah satu sebab bahagia yang wajib kita syukuri adalah hidup aman dan nyaman tanpa beban finansial seperti hutang. Hutang mungkin dapat menjadi jalan keluar permasalahan keuangan bagi sebagian orang. Namun, jika kita dapat menahan diri dari keputusan untuk berhutang hal tersebut sejatinya salah satu bentuk kebahagiaan yang diturunkan Allah kepada kita dan keluarga. Tentu saja, hidup dalam belenggu hutang hanya akan membuat kita tidak nyaman dan jauh dari kebahagiaan. Oleh karenanya, keadaan finansial yang mencukupi meski tidak berlebih namun jauh dari hutang wajib disyukuri.