Meniru Cara Rasulullah dalam Menjalani Kehidupan Duniawi

Kesuksesan dunia sejatinya merupakan hal yang menjadi keinginan setiap orang. Namun, tidak semua orang berkemampuan untuk bisa mengejar dan mencapainya. Pada kenyataannya, untuk mencapai kesuksesan tentu dibutuhkan upaya yang maksimal. Meskipun demikian, umat Islam dianjurkan untuk tidak terlalu keras dalam mencapainya.

Bukan tanpa sebab, pasalnya hal ini hanya akan menyebabkan kita lupa pada tujuan utama, yakni kehidupan yang kekal dan abadi di akhirat. Oleh karenanya, dalam menjalani kehidupan duniawi kita perlu bercermin pada contoh yang terbaik, yakni suri tauladan umat Islam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Hal ini sebagaimana Al-Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi rahimahullah berkata,

Hendaknya seseorang melihat perjalanan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya, sesungguhnya mereka tidak berlebih-lebihan dalam mencari dunia dan tidak melalaikan hak-hak jiwa.” (Mukhtashar Minhajul-Qāshidin, jilid 1, hlm. 195)

Dalam perjalanannya di dunia, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berada ‘di tengah-tengah’. Hal ini mengandung makna beliau tidak berlebihan dalam meraih kesuksesan duniawi namun tidak juga lalai. Rasulullah senantiasa melakukannya secara seimbang. Meraih kesuksesan tentu memberikan kita salah satu nilai positif dalam kehidupan.

Kita dianjurkan untuk bisa melakukannya. Tak hanya itu, berusaha meraih kesuksesan juga membuat kita bersemangat selalu berpikiran positif setiap harinya. Meskipun demikian, hal ini sebaiknya tidak dilakukan secara berlebihan sehingga kita melupakan kewajiban yang sebenarnya yaitu beribadah dan taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ibadah adalah tugas utama umat manusia terhadap Allah. Salah satu bukti dari ketaatan kita juga dinilai dari cara kita menjalani hidup yang senantiasa berpedoman pada al-Qur’an dan as-Sunnah. Namun, kita juga tidak diperkenankan berlebihan dalam mengejar akhirat hingga lalai dalam menunaikan hak orang lain.

Sebagai contoh, seorang laki-laki tidak diperkenankan menghabiskan hidupnya hanya untuk beribadah sementara kehidupan orang tua, juga anak dan istrinya terbengkalai tanpa nafkah. Yang seperti ini dianggap lalai dalam menunaikan hak orang lain. Kondisi ini juga dianggap berlebihan dalam mengejar akhirat. Apapun cara yang kita tempuh, pastikan selalu agar mendapat ridha Allah Ta’ala dan seimbang antara dunia dan akhirat.