Mengenal Miqat, Batasan Waktu dan Tempat Pelaksanaan Haji

Haji memiliki keterbatasan dalam pelaksanaannya. Hal inilah yang membuat ibadah tersebut menjadi sangat istimewa. Bukan tanpa alasan, pasalnya haji hanya akan dilakukan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan. Maka dari itu, penting bagi umat Islam untuk memahami Miqat. Secara umum, Miqat dipahami sebagai batas dimulainya pelaksanaan haji. Batas ini juga dibagi menjadi dua, yakni Miqat Zamani dan Miqat Makani.

Miqat Zamani adalah batas waktu pelaksanaan ibadah haji. Hal ini menandakan bahwa haji tidak bisa dilakukan di setiap waktu. Ada waktu-waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana diketahui dalam al-Qur’an, bahwasanya Allah berfirman,

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi,” (QS. Al Baqarah: 197)

Berdasar pada ayat di atas, dapat diketahui bahwa pelaksanaan haji hanya berlaku sejak tanggal 1 Syawal hingga terbit fajar pada tanggal 10 Dzulhijjah. Pelaksanaan ibadah haji di luar waktu tersebut dianggap tidak sah. Niat ihram juga dibatasi berdasarkan waktu pelaksanaannya. Sementara itu, Miqat Makani dipahami sebagai ketentuan tempat di mana seseorang harus memulai niat ibadah hajinya. Lokasi ini adalah Zulhulaifah, Ju’fah, Qarnul Mazil dan Yalamlam.

Sebagaimana diketahui dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu, ia berkata; “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menetapkan miqat bagi penduduk Madinah adalah Zulhulaifah, bagi penduduk Syam adalah Juh’fah, bagi penduduk Najd adalah Qarnul Manazil, dan bagi penduduk Yaman adalah Yalamlam.”

Rasulullah pun bersabda, “Itulah miqat bagi mereka dan bagi siapa saja yang datang di sana yang bukan penduduknya, yang ingin haji dan umrah. Bagi yang lebih dekat dari itu (dalam garis miqat), maka dia (melaksanakan) ihram dari kampungnya. Sehingga, penduduk Makkah ihrāmnya dari Makkah,” (HR. Muslim)