Memahami Hakikat Manusia dan Harta Kepemilikannya

Hidup di dunia bergelimang harta mungkin bukan takdir yang didapatkan oleh setiap manusia. Namun, sudah pasti bahwa setiap manusia menginginkan takdir demikian. Bukan tanpa alasan, pasalnya melalui harta yang mencukupi seseorang dapat melakukan segala hal yang diinginkannya. Meraih pencapaian, mendapatkan perhatian, hingga membeli peluang semuanya bisa dilakukan tentunya dengan memanfaatkan harta yang mencukupi. Sayangnya, seringkali manusia tidak memahami dengan benar hakikat utama tentang keberadaan dirinya dan harta yang dimilikinya di dunia.

Hal ini membuat kita terjerumus dalam keadaan yang tidak mampu memanfaatkannya sesuai dengan jalan yang diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seluruh keadaan ini dapat terjadi lantaran kita tidak tahu siapa kita sebenarnya bagi Allah. Sebagaimana Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu pernah berkata,

Tidak ada seorangpun dari kalian melainkan hanya seorang tamu. Dan harta yang dimilikinya hanyalah suatu pinjaman. Seorang tamu pasti akan pergi, sedangkan barang pinjamannya akan kembali kepada pemiliknya.” (Shifatush Shafwah: I/418)

Seluruh manusia adalah makhluk ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sejatinya hanya merupakan tamu di dunia. Setiap rezeki baik berupa harta, anak, hingga tahta yang kita miliki hanyalah pinjaman dari Allah semata. Layaknya tamu, manusia akan pergi dari dunia yang sementara ini. Begitu pula dengan seluruh harta yang kita miliki juga akan kembali pada pemilik utama yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seluruh fakta ini sejatinya membuat nilai kita begitu kecil di mata-Nya. Tidak ada alasan bagi kita untuk membangkang dan tidak patuh terhadap perintah juga larangan yang ditetapkan oleh Allah.

Agar harta titipan dan pinjaman tersebut bisa mendatangkan manfaat sebelum diambil kembali, sangat dianjurkan bagi umat manusia untuk bisa membelanjakannya di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan memanfaatkannya untuk kebutuhan pribadi dan keluarga dengan cara yang patut, tidak terlalu pelit juga tidak terlalu berlebihan. Tak hanya itu, jika setelah digunakan masih terdapat kelebihan darinya maka sangat disarankan agar kita dapat menginfakkannya. Orang tua, kerabat, juga tetangga menjadi tujuan kedua dari fungsi harta kita.

Jika masih terdapat kelebihan lagi, sangat baik bagi umat Islam untuk dapat memanfaatkannya dalam mendukung terlaksananya segala perbuatan yang memajukan keislaman. Harta berlebih ini dapat kita gunakan untuk mendukung anak-anak yatim yang menuntut ilmu, menggali sumur untuk masjid yang tidak memiliki sumber air, hingga mendukung langkah jihad. Tak hanya itu, sebagai tamu Allah yang telah memanfaatkan harta titipannya sangat wajib bagi kita untuk menunaikan kewajiban zakat, baik yang bernilai fitrah maupun simpanan. Begitulah sejatinya cara hidup tepat sebagai tamu Allah Subhanahu Ta’ala yang memanfaatkan dengan baik harta yang dipinjamkan Allah kepadanya.