Bulan Syawal menjadi salah satu waktu yang sangat utama bagi umat Islam. Bagaimana tidak? Setelah menjalani ibadah puasa Ramadhan beserta dengan berbagai amalan sunnah lainnya, kaum Muslimin dan Muslimat menyambut kemenangan dengan bersama-sama merayakan hari Idul Fitri. Disaat tersebut, haram bagi umat Islam untuk berpuasa karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan kita melalui perayaan Idul Fitri yang tentunya sarat akan kebiasaan menyantap makanan.
Hal ini sejatinya merupakan rahmat yang Allah turunkan sebagai ganti dari kerelaan umat Islam setelah menjalani puasa selama satu bulan lamanya. Meskipun demikian, bukan berarti kita bisa begitu saja melupakan indahnya rutinitas beribadah di bulan Ramadhan yang mulia. Syawal sudah sepatutnya menjadi saat untuk meneguhkan keimanan dengan senantiasa menjaga rutinitas ibadah yang telah dilakukan. Salah satunya adalah dengan melanjutkan ibadah puasa sunnah selama enam hari lamanya.
Sebagaimana diketahui dalam suatu hadits bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh” (HR. Muslim no. 1164)
Kepada para sahabat dan umatnya, Rasulullah menyampaikan keutamaan tentang anjuran berpuasa selama enam hari di bulan Syawal. Hal tersebut sejatinya tak sekedar langkah lanjutan dari rangkaian ibadah yang dilakukan oleh umat Islam, tapi juga menjadi momentum yang tepat untuk menjaga ketakwaan. Bukan tanpa sebab, pasalnya banyak diantara kita yang merasa cukup taat selama Ramadhan, namun hal tersebut nyatanya sesaat saja dan jauh dari kata istiqomah.
Puasa enam hari di bulan Syawal diyakini menjadi cara paling mudah yang bisa dilakukan oleh kaum Muslimin dan Muslimat untuk senantiasa memelihara ketakwaan. Bahkan, terdapat keutamaan yang bisa diperoleh yakni pahala seperti beribadah selama satu tahun penuh. Tentu saja, hal tersebut merupakan balasan yang sangat bermanfaat bagi orang-orang yang menjalankannya. Pahala berpuasa selama satu tahun penuh juga memiliki makna bahwa yang melakukannya berusaha keras untuk meninggalkan perkara dosa yang membatalkan ibadah puasa mereka.