Fungsi Amal Kebaikan bagi Orang yang Belum Sempat Melunasi Hutang

Berhutang diyakini sebagai salah satu cara paling efektif dalam menyelesaikan masalah keuangan. Meski diperbolehkan, sayangnya tidak semua orang benar-benar memiliki tanggung jawab yang baik dalam hal ini. Entah karena kondisi atau memang sifat alami dalam diri, beberapa orang sulit sekali berhadapan dengan tanggung jawab ini. Pada hal, jika dimanfaatkan dengan baik hutang piutang adalah salah satu aksi tolong menolong yang dianjurkan dalam Islam. Tujuannya adalah agar pihak yang terbebani masalah finansial dapat menghindari peluang buruk seperti mencuri atau menipu.

Namun, apa jadinya jika niat membayar hutang ternyata tidak terpenuhi karena ajal telah lebih dulu menjemput? Terkait hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Barang siapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah no. 2414. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Ketika seseorang meninggal dalam keadaan berhutang, Islam mengatur penyelesaian masalah ini agar diambil alih oleh pihak keluarga yang ditinggalkan. Namun, tentu saja besaran hutang tidak selalu sama. Begitu pula dengan para piutang, ada yang bersabar dan mengikhlaskannya, ada pula yang meminta haknya kembali. Dari seluruh kondisi ini, tentu saja merupakan kewajiban bagi pihak keluarga yang ditinggalkan untuk membantu menyelesaikan masalah keuangan tersebut. Lantas, apa yang terjadi pada hutang yang mungkin tidak ditagih dan sang piutang memilih untuk mengikhlaskannya saja?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat dan umatnya beliau menyampaikan bahwa orang-orang yang mati dalam keadaan berhutang tapi belum sempat melunasinya maka di akhirat nanti akan dilunasi dengan kebaikan-kebaikannya. Bukan tanpa sebab, pasalnya di akhirat tidak ada bentuk mata uang apa pun, baik dinar atau dirham. Oleh karenanya, Allah Azza wa Jalla mempertimbangkan perbuatan amal kita sebagai cara mengganti hutang yang belum kita lunasi. Namun, apa yang terjadi jika ternyata perbuatan amal kita tidak mencukupi atau justru tidak ada sama sekali?

Tentu saja hal ini membuat hutang tidak dapat dilunasi dan menjadi beban di akhirat nanti. Oleh karenanya, umat Islam dianjurkan agar dapat senantiasa memperkaya pahala dengan berbagai perbuatan amal dan kebaikan. Namun, perlu diperhatikan bahwa pelaksanaannya ditujukan semata-mata karena Allah Ta’ala bukan untuk dengan sengaja melunasi hutang karena tetap saja hal tersebut adalah tanggung jawab yang wajib ditunaikan. Jika kita mampu melunasinya di dunia tapi tetap menunda-nundanya hingga ajal datang, maka akan dicatat oleh Allah Azza wa Jalla sebagai tindak kejahatan yang mendatangkan ganjaran.