Cara Mensyukuri Nikmat Allah yang Sering Dianggap Sepele

Dalam Islam, rezeki manusia telah diatur sedemikian rupa. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkannya sesuai dengan berbagai keadaan dan kebutuhan yang dihadapi hamba-Nya. Hanya saja, jalan datangnya rezeki tidak selalu sama pada setiap orang. Ada yang mudah ada juga yang sulit, ada yang cepat ada pula yang lambat, semuanya juga tergantung dari usaha kita masing-masing.

Namun, datangnya rezeki dari orang-orang sekitar tentu saja menjadi cara yang paling sering kita temukan. Bukan tanpa sebab, pasalnya orang-orang di sekitar kita sejatinya merupakan magnet rezeki yang diturunkan Allah dalam hidup kita. Oleh karenanya, demi mensyukuri nikmat yang telah ditetapkan tersebut ada baiknya bagi kita untuk juga berterima kasih pada orang yang menjadi perantara rezeki.

Dari Jabir bin Abdillah Al Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Siapa yang memperoleh kebaikan dari orang lain, hendaknya dia membalasnya. Jika tidak menemukan sesuatu untuk membalasnya, hendaklah dia memuji orang tersebut, karena jika dia memujinya maka dia telah mensyukurinya. Jika dia menyembunyikannya, berarti dia telah mengingkari kebaikannya. Seorang yang berhias terhadap suatu (kebaikan) yang tidak dia kerjakan atau miliki, seakan-akan ia memakai dua helai pakaian kepalsuan.” (HR. Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, no. 215, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Kepada para sahabat dan umatnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan bahwa sebaiknya bagi umat Islam untuk berterima kasih pada orang-orang yang memberikan kebaikan. Kebaikan tersebut sejatinya merupakan salah satu bentuk rezeki yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hamba-Nya. Oleh karena itu, penting sekali untuk mengakui kebaikan mereka.

Hal tersebut juga merupakan bagian dari rasa syukur kita terhadap nikmat yang diturunkan Allah. Mengakui kebaikan orang lain adalah tanda bahwa kita memahami fakta terkait Allah sebagai Maha Pemberi Rezeki. Orang-orang sekitar kita yang menjadi magnet pembawa rezeki tersebut adalah perantara yang didatangkan Allah dalam menyampaikan nikmatnya.

Sebaliknya, jika kita mengingkari kebaikan orang lain maka hal tersebut sama dengan kufur terhadap nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kekufuran adalah bentuk kesalahan yang cukup fatal karena menjadi tanda bahwa seseorang tidak mengakui Allah sebagai pemberi rezeki. Sikap tercela ini akan mendatangkan azab dalam hidup orang tersebut yang tak pernah disangka-sangka.