Nikmat duniawi sejatinya menjadi ujian yang paling berat bagi umat manusia. Bagaimana tidak? Sering kali apa yang kita lihat dengan mata dan kepala terlihat begitu indah, namun pada kenyataannya menyimpan duri yang amat tajam. Bukan tanpa alasan, pasalnya demi mendapatkan berbagai kenikmatan tersebut tidak jarang orang-orang rela melakukan segala macam cara hingga yang di luar batas syariat agama. Tentu saja, hal ini tidak diragukan lagi dapat menjadi sebab dari mudahnya diri terjerembap dalam maksiat. Meski pun demikian, bukan berarti kita tidak bisa mencoba untuk menahan diri. Walau sulit, menahan diri atau bahkan merasa malu untuk berbuat maksiat sejatinya dapat menyelamatkan diri kita di akhirat kelak.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Barang siapa yang merasa malu dikala ia hendak melakukan maksiat, Allah pun malu untuk menimpakan hukuman kepadanya pada hari dia bertemu dengan-Nya. Sebaliknya siapa saja yang tidak merasa malu untuk bermaksiat kepada-Nya, Allah juga tidak akan malu untuk menghukumnya.” (Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’ 1/170)
Godaan untuk berbuat maksiat dapat datang kapan saja. Hal ini bahkan semakin mudah terjadi lantaran saat ini segala hal bisa kita ketahui akibat tingginya dukungan informasi digital. Tidak jarang, keadaan ini juga dapat memperluas gerbang bagi umat manusia untuk bisa melakukan segala hal termasuk juga maksiat. Namun, umat Islam dituntut agar dapat menahan diri dari berbagai macam bentuk godaan yang berdatangan. Bukan tanpa alasan, pasalnya ada kebaikan yang bisa kita dapatkan dan tentu saja berkaitan erat dengan kehidupan akhirat kelak. Tepat sekali, upaya menahan diri dari bermaksiat menjauhkan diri kita dari timpaan hukuman Allah Subhanahu wa Ta’ala. Terlebih lagi, jika kita merasa malu untuk bermaksiat maka Allah pun juga akan merasa malu untuk menurunkan ganjaran pada kita.
Namun, hal ini tidak mungkin bisa dilakukan tanpa adanya keinginan dari dalam diri kita sendiri. Keinginan tersebut pun tidak dapat tumbuh kecuali terdapat keimanan dan ketakwaan dalam hati kita. Iman dan takwa mampu menjaga cara hati dan pikiran bekerja. Dengan keimanan kita dapat memantapkan hati untuk menghindari perkara-perkara maksiat. Sementara dengan ketakwaan, pikiran kita akan senantiasa fokus dalam menjaga perkara-perkara yang halal saja. Dengan kedua hal ini kita dapat memelihara diri agar senantiasa terpelihara dari berbagai godaan untuk berbuat dosa. Begitulah sejatinya hal yang sepatutnya kita lakukan di dunia. Menahan diri dari maksiat mungkin akan terasa sangat berat namun menghasilkan akhir indah di akhirat kelak.