Manusia menjadi satu-satunya makhluk ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sempurna. Bagaimana tidak? Dengan anggota tubuh yang sehat dan juga fungsi otak yang maksimal, kit mampu melakukan beragam hal. Dengan keahlian ini, manusia dapat bekerja keras sekaligus bersosialisasi di saat yang bersamaan. Hal ini pada akhirnya membuat kita mampu memeroleh kenikmatan dunia dengan lebih leluasa. Sayangnya, banyak yang lupa bahwa kenikmatan tersebut adalah pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini pada akhirnya menyebabkan manusia menjadi terlalu bangga pada diri dan pencapaiannya.
Kenyataannya, umat Islam dilarang untuk saling berbangga-bangga dan menyombongkan diri. Bukan tanpa sebab, pasalnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyukai hamba-Nya yang gemar memamerkan pencapaian. Bagi mereka yang merasa takjub akan dirinya sendiri, Allah telah mewanti-wanti azab yang teramat pedih. Maka dari itu, apa pun tantangannya umat Islam harus pandai menahan diri dari rasa bangga terhadap kenikmatan yang didapatkannya. Salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah dengan menghindari perasaan terlalu bahagia tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan nikmat kepada kita.
Sebagaimana diketahui dalam al-Qur’an bahwasanya Allah Ta’ala berfirman,
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfudh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (22) (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (23) [QS. Al Hadiid: 22-23]
Ayat di atas menjelaskan bahwa segala hal yang terjadi pada diri kita telah tertulis dalam Lauhul Mahfudh. Kitab tersebut sepenuhnya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berisikan takdir seluruh manusia. Maka dari itu, kita dilarang untuk bersedih hati tatkala bencana datang menghampiri. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mempersiapkan rencana terbaik bagi diri kita yang sejatinya kita sendiri tidak akan pernah mengetahuinya sebelum itu benar-benar terjadi. Keadaan sedih hati ini sering kali membuat seseorang menjadi tidak semangat. Itulah mengapa kita dilarang untuk menerka-nerka hal yang sebenarnya belum kita pahami karena Allah Maha Mengetahui.
Sebaliknya, tatkala kenikmatan dan kemudahan datang bertubi-tubi, kita dilarang untuk merasa terlalu senang. Bukan tanpa alasan, pasalnya perasaan senang yang berlebihan ini sering kali menjadi sebab utama dari datangnya sifat sombong. Kesombongan yang ada di dalam hati seseorang dapat membuatnya dengan mudah lupa bahwa Allah Maha Pemberi. Tak hanya itu, perasaan senang yang berlebihan juga membuat seseorang menjadi terlalu bangga terhadap dirinya sendiri. Seluruh hal ini tentu saja menjadi perkara yang amat dibenci oleh Allah karena manusia telah lupa akan kebesaran-Nya. Saat Allah telah membenci diri kita maka bisa saja Allah mencabut seluruh nikmat tersebut.