Salah satu pencapaian dalam sebuah hubungan adalah memperoleh pengakuan. Tak hanya itu, hubungan dengan sesama manusia juga menjadi sebab dari datangnya kepercayaan. Beberapa diantara kita juga mendambakan penghargaan dari orang lain. Seluruh hal ini sejatinya diyakini sebagai kriteria yang menunjukkan kemuliaan seseorang. Meskipun tidak salah, namun hal ini membuat sebagian besar manusia menjadi sibuk mengejar pemeroleh duniawi.
Pada kenyataannya, tanda kemuliaan hidup seseorang yang sebenarnya bisa dilihat dari kemampuannya menangani perkara yang lebih esensial. Al-Imam asy-syafi’i rahimahullah pernah berkata,
“Tiga tanda kemuliaan hidup seseorang:
1. Menyembunyikan kefakiran hingga orang lain menyangka bahwa engkau berkecukupan.
2. Menyembunyikan kemarahan hingga orang lain menyangka bahwa engkau ridha.
3. Menyembunyikan penderitaan hingga orang lain menyangka bahwa kau hidup enak.” (Manaqib asy-syafi’i, jilid 2 hlm. 188)
Banyak diantara umat manusia yang menganggap kemuliaan sebagai cara pandang orang lain terhadap diri kita. Namun tak banyak yang menyadari bahwa hal ini sejatinya bukanlah perkara utama yang perlu diraih. Kemuliaan hidup seseorang pada dasarnya dapat dinilai melalui cara mereka mengontrol situasi sulit yang dihadapinya. Menurut Al-Imam asy-syafi’i rahimahullah, tanda pertama dari adanya kemuliaan hidup dalam diri manusia adalah saat ia mampu menyembunyikan kefakiran bahkan hingga orang lain menyangka bahwa dirinya serba berkecukupan.
Hal ini bukanlah perkara yang mudah dilakukan. Fakir harta termasuk dalam salah satu situasi sulit yang kerap membuat seseorang menjadi gelap mata. Demi memenuhi kebutuhan, sebagian besar orang rela melakukan apa saja. Namun, bagi mereka yang dapat bersikap tenang dalam keadaan ini sejatinya Allah Subhanahu wa Ta’ala tengah mempersiapkan kebaikan bagi dirinya. Terutama ketika ia mampu menghadapinya dengan sabar dan tawakal hingga orang lain menganggap hidupnya serba berkecukupan, ia memeroleh tanda kemuliaan hidup.
Selain itu, pencapaian serupa juga bisa diraih oleh orang-orang yang mampu menyembunyikan kemarahannya meski sejatinya ia belum sepenuhnya ridha. Hal ini termasuk dalam salah satu bentuk kemuliaan dalam hidup yang bisa diraih oleh seseorang. Bagaimana tidak? Amarah sendiri adalah hal yang sangat sulit untuk dihindari. Selain merupakan respon manusia saat terjadi hal yang tidak diinginkannya, marah juga termasuk sifat alami yang pasti mudah timbul kapan dan dimana saja selama kondisinya mendukung. Namun, marah berlebihan tidak baik bagi seseorang.
Jika ia mampu menyembunyikannya atau menutup perasaannya sebaik mungkin, Allah Subhanahu wa Ta’ala menganggapnya sebagai salah satu manusia yang mulia. Hal ini terjadi lantaran melalui upayanya tersebut, hubungan dengan orang lain bisa tetap terjaga dengan baik dan lancar. Tanda yang terakhir dan tak kalah penting dari seseorang yang telah mencapai kemuliaan hidup yang mumpuni adalah saat ia mampu menutupi penderitaan yang tengah dialami hingga orang lain selalu menganggapnya baik-baik saja dan senantiasa menikmati hidup.
Hal ini sejatinya bukanlah langkah berpura-pura bahagia. Namun, kita mengetahui bahwa masalah atau penderitaan tidak akan berakhir hanya karena kita memberitahukannya pada orang lain. Sebaliknya, Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mampu membantu kita untuk keluar dari keadaan terpuruk. Tetap beriman dan menjaga ketakwaan merupakan langkah paling tepat yang bisa kita lakukan saat sedang merasa menderita. Hal ini juga mendatangkan kekuatan bagi diri kita hingga kita mampu melewati fase terburuk bahkan tak ada orang yang mengetahuinya. Begitulah kemuliaan hadir dalam hidup kita.